Selasa, 06 November 2007

warna8


warna7


warna6


warna 5


warna 4


warna 3


warna2


warna1


bunga


bunga


bunga


bunga



solitudo

Buatmu
yang membuat aku tertegun
di persimpangan jalan


Karib,
ada apa dengan hari-harimu?
kukira hari-harimu lebih pelangi
dari hari-hariku.
sebab aku tak melihat ngarai dan padang kering
dalam senyummu dan pandang matamu.
Entahlah
kenapa harus bergumam:
"Hari-hariku amat ngarai!"
Menghadapi persoalankah engkau?
Karib,
hidup adalah menghadapi persoalan
suatu kesulitan yang harus dikalahkan
hanya orang yang punya persoalanlah
yang merasa dirinya hidup.
Memang bukan masalahnya bagaimana
kau harus luput dari persoalan
bukan masalahnya menang atau kalah
tetapi tekad.
Karib,
hari-hari tak selalu malam, tak selalu siang
tadi ia terbit dan petangnya ia tenggelam
begitu dan begitu.
Dan pada lembaran baru kau bisa bermimpi
untuk melupakan segalanya dan
mentertawakan dirimu sendiri.
tak guna kau basahi bantal dan tilam
dengan air mata yang mutiara itu
kurang srikandi rasanya,
kurang srikandi dan terlalu berlebihan.
Kau lebih perkasa dari cakar rajawali.
Percayalah!
Karib,
kau dan aku sedang menuju pada suatu kota
yang belum selesai
kita kudu sampai disana
karena kita sudah memulainya.
Kota yang berlangit jingga
dengan kemarau yang panjang
hingar bingar tak menentu
dan kita harus ada disana
menggerakan bibir, mendoa, berdendang,
tertawa dan melepaskan penat
sesudah perjalanan jauh.
Disana kita jangan impikan taman yang permai
atau musim bunga
atau telaga dengan air terjun
sebab, kemanjaan tak pernah membikin kau semakin
mawar kesumba
Karib,
hanya dalam gelap kita akan melihat cahaya
mari kita bersahabat dengan malam.

Bdg '83




Ketika itu
kau berpakaian elok
termanggu menunggu rebahnya daun pertama
pada musim gugur
dengan wajah pasrah
memandang sampai batas cakrawala
dan daun tak kunjung rebah
dan daun tak kunjung rebah.

Kau bergumam:
"Esok kucoba lagi"
Musim gugur belum tiba
kesabaran amat berarti saat seperti ini
kesabaran adalah mahkota kesetiaan.

Esoknya kau mesti terpana
musim gugur telah lewat
kecewakan harapanmu
kau menangis
sulit untuk menterjemahkan air matamu
sementara pasrah adalah juga keperkasaan
musim gugur telah melambaikan tangan
kau bergumam lagi:
"Semuanya sudah terlambat!".

Bdg.'83




KEPADA PARA PEMULA

Suatu saat kau akan alami
setelah kelengangan panjang ini
menyendirikanmu
sampai titik kerinduan yang tak pupus

Disana kau akan merasa tak melindungi
dan tak dilindungi
karena suatu pilihan dan kenekatan
kau bagai seekor merpati diangkasa
tanpa siapa, menghadapi yang tanda tanya

Kau tak akan senandungkan dendang "nina bobo"
atau lulabi yang merdu
karena telah kau tukar dengan balada dan
elegi kepasrahanmu
kepada kesemuan yang maya

(disana kau coba mengampuni diri
bahwa hidup kudu begini)

Dan disaat-saat badai menggoyahkan kapal hidupmu
kau tak memandang titian
pelabuhan begitu lepas dari cakrawala
dan kau bergumam:
"Mengapa aku ada disini?"

Kau mulai mengaguli
sejarah, dalil dan aturan-aturan usang
kau anggap semua sudah membuktikan
bahwa yang transenden akan menjelma disana

Hatimu yang bening pecah
ketika menatap wujud yang menyalahi hakekat
nuranimu menjerit, karena luka
pilihan menjadi lanjuk

Dan mazmur-mazmurmu
menjadi surat-surat yang tak pernah mendapat balasan
juga doa-doamu menjadi bahasa asing
yang sulit diterjemahkan
Hidupmu menghadapi simbol-simbol
yang tak mengerti makna, irama dan artinya
sudahkan kau pikirkan disana?

Bdg '83




Entahlah mengapa aku kudu trenyuh
kalau aku melihat warna kesumba
sepertinya aku melihat engkau
engkau ada pada warna kesumba

Entahlah mengapa nadiku mesti berhenti
ketika ada kabar burung
tentang engkau yang megucap "au revoir"
buat Bandung ini
padahal sebaiknya aku biasa-biasa saja.
toh ucapanmu itu
cuma perpisahan dari dunia senyuman yang satu
ke dunia senyuman yang lain
hakekatnya kau tetap mawar kesumba
yang srikandi.

Bdg '83




m,
kadang wajahmu begitu keras buat dipandang
kadang kau begitu tak memiliki kepastian
seperti kapal tak berhaluan
kadang kau memborgolku dengan mata rantai
kerinduan membaja
yang melebihi rindunya Romeo pada Julianya
Kadang kau bagai samudera
bisu menyimpan sejuta ungkapan
kadang kau menjadi persimpangan jalanku
kemana aku harus memilih?
kadang kau seperti pohon-pohon cemara
yang mengacung-ngacung kelangit
penuh cita-cita
kadang kau seperti buah apel yang menggemaskan
kadang kau seperti murai
dengan kicaunya yang merdu menceriakan
kadang kau seperti melati
yang putih, gaib buat disentuh
namun
kau tak lebih daipada mawar kesumba
sahabat yang tak pernah kusapa
kau dan aku tak lebih daripada dua buah garis sejajar
yang tak pernah akan bertemu.

Bdg '87




Hari ini tak ada angin
tak ada cahaya
bumi ini pucat
seperti bunga mawar
yang dipeluk
kemasygulan-kemasygulan masalah
biarkan dia mati
dan debu-debu ini menimbuninya
menjadi mayat-mayat
juga masalah-masalahmu,
mawar kesumba.

Bdg, '83 ketika Gunung Galunggung meletus?




Orang-orang di sudut jalan itu
sudah menunggu aku
dengan teriaknya yang menggegap:
"dia sudah menyerah kalah"
di sebelah sana
mereka mengharapkan
supaya segera aku kibarkan bendera putih.
Mereka mencibirkan bibir
penuh ejekan
mereka kurang percaya
mereka meragukan, mereka memaksa:
"Kapan kau menyerah?"
Saat seperti itu aku tidak mampu
menahan apa yang memendam di kelopak mata
namum toh bukan saatnya buat meratap
mereka ragu, mereka sangsi
Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar
ini adalah suatu pilihan!!

Apa itu menyerah kalah?
apa gunanya keberanian?
apa gunanya perjuangan?
Jika aku harus menyerah kalah
keberaniaan dan perjuangan akan tak berarti apa-apa.

Dan hidup harus berjalan terus
aku telah melaluinya
hanya dia yang boleh mengakhirinya
aku sudah berjuang dengan gigih
hidup bukan diperhitangkan kalah menangnya
tapi dijalani.

Bdg '83





ALEGRO ASSAINYA PETER TSJAIKOVSKY

Malam itu,
aku mendengankan musik Peter Tsjaikovsky
pada simponi kelimanya
yang berjudul "Rusia's Valley"
Tiba-tiba saja aku jadi teringat kau
juga diriku sendiri
Alunan yang melankholis
sentimental yang liris
menikam-nikam bagai belati.

Lembah Rusia yang luas tanpa batas
yang dingin tanpa tepi
yang ngarai tanpa dasar
menyendirikan,
sendiri amat terpencil
kemudian halimun tebal datang
mengurung lembah, turun pelahan-lahan
sampai menutup mulut lembah
semuanya menjadi gelap
mulailah suatu perjuangan
perjuangan dengan diri sendiri
Tsjaikovsky tahu dia akan gagal dan gagal lagi
saat seperti ini tak perlu menangis
sebab bukan waktunya buat meratap
dan kebajikan yang paling luhur adalah
bertahan, tetap bertahan!

Ludwig van Beetoven dalam symfoni ke-limanya
juga mengumandangkan
bahwa ketabahan akan meleraikan segala penderitaan.
Ludwig menang dengan gemilang
Namun Tsjaikovsky mengakhiri perjuangannya
dengan kemengan yang tragis
dia mati bunuh diri
dia kalah dengan dirinya sendiri
motto kebajikan yang paling luhur adalah
bertahan terus, tiada arti lagi
Tsjaikovsky cuma punya kata-kata, cuma punya bunyi
wajah Tsjaikovsky tak memancarkan kebanggaan apapun
dan aku semakin terasing.

Bertahan terus?
Bertahan terus?
samapai kapan?
akan kah wajahku dan wajahmu
menjadi wajah Tsjaikovsky
yang tak memancarkan kebanggaan apapun?

Kembali sejarah menjadi saksi
aku, mungkin juga engkau
menjadi sangsai
ketabahan menjadi sangsai
perbuatan yang memungkinkan yang tak mungkin
ikut pun menjadi sangasi
harapan menjadi sangasai
Ludwig van Beetoven berbahak-bahak
mentertawakan wajah kita yang sangsai
Dan alunan simfoni ke lima Tsjaikovsky
yang punya lambang perjuangan dan kemenangan
di akhir iramanya surut menjadi lagu maut
yang penuh curiga dan mengancam
Dan sisa hidup ini
berani kubatasi
namun apa artinya mulai
jika tanpa kata selesai

Aku belum berbuat apa-apa
begitu banyak yang harus aku selesaikan
memmang sebaiknya tak usah ada mula
biar ragad ini tidak ikut sangsai
menyaksikan kerja yang tak selesai
tapi semua ini sudah terjadi
semua sudah bermula

Tuhan, ini suatu pemandangan lama
yang mengibakan
aku mesti berbuat apa?

Bdg '83

mawar kesumba 1

Mawar kesumba,
begitu banyak yang ingin aku sampaikan kepadamu
tentang hari-hariku yang lucu dan naif
kadang aku bersikap begitu kekanak-kanakan
kadang aku bersikap seperti superman
yang mampu segala.
tapi toh akhirnya kembali kepada kenyataan adanya.
Pernah pada suatu hari aku begitu merasa
ada di Getsemani dan mendoa
agar piala itu berlalu juga dari diriku
aku merasa sendiri
seakan semuanya telah meninggalan aku
juga engkau
aku sadar bahwa perasaan ini cuma kecengengan belaka
tapi itu aku rasakan
suatu kenyataan yang eksis
kemudian bila datang hari-hari yang penuh dengan senyuman
aku aku menganggapnya suatu impian
impian kuanggap kenyataan dan
kenyataan kuanggap sebuah impian
tragis
sewaktu kau berjalan searah dengan angin
yang bertiup siang itu,
aku berdiri pada bayang-bayang
aku berteriak keras sekali
kau hanya sempat menoleh
begitu tergesanya
seperti binar cahaya.
pedahal aku ingin memandang cahaya itu lebih lama
hati tak kuasa
sukmaku selalu meberontak
ini suatu impian
jika saja cahaya itu selalu ada pada saat-saat getsemaniku tiba
betapa golgota itu akan menjadi tabor
menjadi taman bunga
dan pesta senyuman
dan hari-hari seperti itu
biarlah berlangsung lebih lama
dan mengubah mimpi burukku.

Bdg '83: Tragedi di bawah pohon flamboyan



Mawar kesumba,
semuanya begitu terlambat
tapi ini mungkin lebih baik
terlambat lebih baik dai pada terlanjur
aku ngeri kalau segala-galanya menjadi terlanjur
aku tak mau impian itu terlanjur
menjadi kenyatan
biarlah mereka masing-masing berdiri
pada alamnya sendiri.
impian tetaplah impian
dan kenyataan tetaplah kenyataan.

Bdg '83




Mawar kesumba,
entah bagaimana kau menyimak segala kata-kataku
yang pernah kau dengar atau pernah kau baca.
betapa aku merasa malu kepadamu
setidaknya pada diriku sendiri
sebab yang aku rasakan sendiri, surat-surat dan tulisan-tulisanku
bernada dasar pesimis
tak ada warna yang cerah dan optimis
Hm...mengharukan!
tapi aku berpikir lagi
apa yang harus aku tulis atau aku sampaikan padamu?
kalau bukan perasaan-perasaan atau unek-unek yang beku
dan baru akan mencair kalau itu aku katakan padamu.
kau yang nota bene punya beban beban juga.
betapa aku membebanimu dengan beben-beban yang lebih berat
itulah sebabnya aku kadang begitu semangat, kadang ragu
menulis surat buatmu.
Tapi entahlah aku begitu platonis barangkali.
Aku menulis segala unek-unek ini dalam catatan harianku
yang sebenarnya tulisan itu kutujukan padamu
tapi kamu tak pernah akan membacanya.

Mawar kesumba,
sesekali dalam kesibukan, rasa kangen itu lewat
kadang ia singgah, malah ia menginap dalam benakku
apakah harus aku bunuh atau aku usir perasaan-perasaan itu?
Betapa aku menyalahi kodrat
kalau Shakespeare mengatakan bahwa rasa kangen itu adalah penyakit
yang membahagiakan.
Bagiku tidak.
Tesa ini bagiku justru suatu ancaman.
Mawar kesumba,
pertanyaanmu tidak pernah akan terjawab
betapa pertanyaan itu harus aku jawab dengan kejujuran
dan tidak membohongimu
tak mungkin aku punya kejujuran seperti itu
aku ngeri kalau-kalau nuranimu tidak dapat menerima jawabanku itu
moga saja perasaan ingin memanja dan dimanja olehmu
itu tidak berlangsung lama
Biarlah perasaan itu tetap sebagai perasaan.
tak perlu ada dampaknya
sebab perasaan adalah perasaan
yang tak pernah membuat jasa.

bdg'83





SEMENTARA SELESAI BERATI MEMULAI YANG BARU

Sahabat,
nyatanya aku cuma anak ayam yang beru menetas
yang piatu
yang cuma bisa menciap, menangis dan menghiba.

dihadapanku cuma ada warna hitam
dan selaksa tanda tanya
yang setiap jawaban cuma berupa pertanyaan yang baru
namun aku punya keyakinan, sahabat
punya keyakinan
buat mengawali dan menyelesaikan

Betapa merdunya suara restumu ini
amat memasygulkan.
suara restumu sungguh lentera
di sisi perjalanan jauhku ini.
terimakasih sahabat, terima kasih

bdg '83



Dulu ingin sekali aku katakan kepadamu
bahwa aku ingin mengenalmu seutuhnya
ah, betapa seramnya seandainya itu benar terjadi
sebab semakin aku mengenalmu
semakin aku melihat keindahan-keindahan
yang pasti akan membelenggu aku
dulu aku sangsikan apa aku bisa mengenalmu
sebab antara aku dan kamu banyak yang kurang seimbang
paling tidak karena kau wanita dan aku pria.
tapi pada saat tangan ini kuangkat
diatas kepala buat melambai justru akut telah mengenal kamu
dan kaki-kakiku sudah terbelenggu.


bdg '83



Kini aku melihat kamu
seperti melihat kaca jendela kamarku
yang bening, tembus
dan dapat kunikmati keindahan-keindahan dibaliknya
aku tahu kaca itu mudah pecah dan retak
barangkali sudah menjadi sifat dunia fana ini

bdg '84




Malam itu saya menyaksikan sandiwara "Waiting for Godot" karya Samuel Becket.
Ceritanya saya juga mau ikut menunggu Godot
bersama Estragon dan Vladimir
Bagi mereka sendiri tidak jelas siapa Godot itu.
Tapi mereka begitu yakin bahwa Godot pasti akan datang.
Saya juga ikut meyakininya.
Berjam-jam, berhari-hari..., bertahun-tahun... sampai saya tulis catatan ini namun Godot tidak pernah datang.
Mereka menunggu sesuatu yang tidak ada.
Yang maya.
Mereka memastikan yang tak pasti.
mereka menunggu dalam kesia-siaan.
Dan saya bersama mereka menunggu sesuatu yang niskala.
Akan kah menjadi kesia-siaan?
Tidak ada apa-apa yang terjadi
tidak ada yang datang
tidak ada yang pergi.
Ketika tirai menutup pentas
sandiwara tuntas
orang-orang memulai riuh satu-satu beranjak
meninggalkan kursi masing-masing
sambil membawa renungannya sendiri-sendiri
dan ruanganpun kosong
tinggal saya duduk terpana
di pojok ruangan.
sendiri
tersenyum sambil meneteskan air mata
kejantananku runtuh.

karib

Delima,
waktu itu kamu bilang komunikasi yang intens bisa dengan dua jalan
mencintai dengan kerinduan yang membara
atau dengan memebenci dengan kemarahan yang meluap-luap
saya ingin berkomunikasi dengan cara yang kedua itu
membencimu dengan kemarahan yang meluap-luap
saya kira ini yang paling wajar
dan paling baik untuk saya.
abis kalau dengan cara yang pertama
aah, rasanya kok rikuh dan pakewuh
saya ingin berkomunikasi dengan kamu dengan cara itu
pada saat-sat ini
saya ingin memaki kamu
mencemooh kamu
menghina kamu
mengutuk kamu
mengata-ngatai kamu dengan segala perkataan
yang tak sepatutnya saya katakan.
semunya demi sesuatu yang amat sederhana
ingin berkomunikasi dengan kamu
dengan memakai cara yang paling wajar buat saya.

Bdg'83






POTRET WAJAH'82 (BUAT KARIBKU ROLAND)

roland,
ini potret wajah kamu dan juga saya
entah ada ekpresi air muka macam apa di sana
asa, harapkah?
atau raut wajah dengan selingkar tawa
yang akrab akan hidup serta perjuangan?
entahlah
untuk wajah desember 82 mu hanya kamu yang tahu
untuk wajah desember 82ku hanya saya yang tahu
selebihnya kita cuma bisa menebak-nebak.

saya rindu haha...hihi..denganmu
bdg'82






Tak ada yang terjadi antara kita
tak ada
tak ada apa-apa
semuanya berlangsung biasa
tak ada yang datang
tak ada yang pergi
tak ada yang berjumpa
tak ada tangan yang melambai
tak ada yang tersenyum
tak ada yang merebahkan air mata
tak ada yang bernazar
tak ada yang mingingkar
tak ada
tak ada yang terjadi antara kita
tak ada
tak ada apa-apa
semunya berjalan biasa
hanya,
ada segagang kembang yang menjadi layu
di tangan kananku ini
apakah ini tanpa sebab??






CERITA BUAT H

Entah mengapa hari ini aku begitu punya waktu luang untuk berjalan-jalan di taman halaman gedungku.
melihat kembang-kembang yang merah keboja dan kuning-kuning merak
aku tahu bahwa aku sedang memikirkan sesuatu tentang kesetiaan.
konon kembang kemboja lambang akhir kesetiaan dan kembang merak keluguan.
aku duduk tercenung menunggu helai daun cemara yang rebah
namun sia-sia
menyesalkan.
aku pandang pucuk-pucuk cemara yang meliuk riang.
oh, tentu cita-citaku ada di sana, aku menjadi sombong.
dan cemara tidak juga rebah
menanti?
mengapa mesti menanti?
bukankah engkau tidak pernah membuat janji?
anganku membumbung tinggi setinggi-tingginya
membikin butir-butir kehampaan.
ah kembali membuatku tersenyum boneka.
aku memaki ketika sehelai daun cemara rebah membisikan sajak kesendirian
"terlamat", kataku
aku mesti beranjak, toh sudah tak ada lagi yang mesti kutunggu.
kini aku berhadapan dengan sekeping kaca pada dinding
disini aku bisa lebih jelas melihat wajahku sendiri
aku cuma tersenyum
betapa tidak
sebab aku begitu cengeng
dan banyak istilah tentang kerinduan
oh, aku sudah dikejutkan oleh cahaya yang gemerlap
oleh wujud yang rapuh, naif.
aku berdebat dengan wajahku sendiri tanpa penyelesaian
"di sini yang berbicara bukan otak, Fabie, tapi perasaan!".
begitu tidak sopannya.
lancang
bayangku sendiri mengajari aku tentang perasaan
sialan.
sepi tiga detik
aku menatap mataku sendiri.
aih, betapa jauh dan terpencilnya
seperti fatamorgana
perempuan adalah fatamorgana
"gemerlap", demikian hatiku berbisik.
benang hatiku tiba-tiba menjadi kusut, sulit aku uraikan satu-satu.
namun tiba-tiba benang yang tipis itu berlepasan begitu saja...tipis,
semakin tipis sekali seperti kabut.
aku gamang takut jatuh
aku berpegang pada pendirianku sendiri
tapi aku tak berani mengangkat muka sebab di hadapanku ada seorang lelaki yang elok
juga bagai fatamorgana
yang keras untuk dipandang
"tidak gemerlap", aku berbisik
yang aku pernah mengenalnya
entah dimana, yang jelas bukan di ranjang, kata Rendra.
hm. agak muram pemikiranku ini
tiba-tiba angin terhenti
aku membakar rokok
menutup rasa maluku dibalik asap ini
aku tidak begitu langsung melihat wajah elok yang keras itu
pikirku.
tentu engkau juga fatamorgana yang bagus dan gemerlap
sepi lima detik
tiba-tiba ada suara semacam halilintar membuyarkan lamunanku
halilintar lembut
naum keras untuk dipandang
engkaukah itu?






DI CANDI GEBANG JOGJAKARTA

Tuhan, dimana aku berada disitu Engkau hadir
tempat ini begitu asingnya
menterpencilkan aku dariMu
namun Engkau menghadiratiku bukan?
aku mau berbincang-bincang tentang keterasingan ini
adakah keterasingan itu meresahkan?
aku takut Tuhan
aku termakan keadaan
dilumpuhkan
suarakupun telah habis buat menyambat
adakah Engkau menguji?
sampai butir-butir air mata yang mengering di ujung sepatuku ini
akankah memberi pesan bahwa hidup ini cuma tangis?
Tuhan, kalau aku telah sampai ke negeri yang ramai
aku akan bercerita tentang hati yang masygul
tentang aku yang sudah menjadi kuat
dan tak pernah merasa sendiri lagi.






fatamorgana membias,
menyempitkan musim yang panjang
mengeringkan sajakku
sajak kemarau yang menjadi panjang
sajakku lahir dari rasa haus
dari rasa lapar
dari pohon-pohon yang meranggas
dari daun-daun kering
dri keringat yang meleleh
dri tangis seekor semut yang haus
dari sajak yang sering tanpa makna.








seorang rohaniwan itu bagai sebuah sungai
yang mengalir dari sumbernya
di tempat yang tinggi
ia amat agung
dia mengalir ke tempat-tempat yang rendah
ia mau merendah
ia membasahi setiap tempat yang kering
ia membasahi hati-hati yang gersang
ia terus mengalir
karena ia adalah sumber kehidupan
jika ia diam, ia penuh misteri
keberadaannya sulit dipahami.

mawar kesumba 2

M, sungguh saya merasa takut
hidup saya begitu dimanjanya
begitu lempang
begitu lurus
begitu senang
saya takut kalau saya mendapat pukulan
saya takut patah
telaga saya tak berarus, tak beriak
pedahal telaga akan lebih indah
jika kadang ada benturan-benturan dan hempangan-hempangan.







Kau yang bikin aku terpukau di seribu persimpangan jalan
kenapa saya mesti diam dan berpikir
bahkan bertanya tentang suatu keraguan akan sesuatu yang sudah pasti
kenapa semua begitu nisbi
tak pasti dan ganjil
ketika ada perjumpaan yang tulus
dengan kamu yang bisa disebut "engkau"
disini dan kini
sungguh, pada sat-saat seperti ini
sulit untuk menentukan pilihan.







Saya pilih halaman yang kesumba ini
entahlah, kanapa saya mesti menyukai warna ini
ada kelembutan dan kesejukkan
seperti kembang mawar
seperti layung saat pelanginya meredup
ah...saya kira persisnya
seperti selingkar senyummu yang ranum
ingin sekali rasanya saya penuhi halaman-halan kosong buku ini
dengan tulisan saya
ah, tidak bukan halaman-halaman buku ini
namun halaman-halaman hatimu
hingga menjadi prasasti
ingin sekali kutulisi penuh-penuh
hingga menjadi prasasti
ingin sekali kutulisi penuh-penuh
hingga orang-orang tak punya tempat lagi buat menulis.






Saya pilih halaman pertama ini untuk menulis sebuah puisi
mengapa mesti halaman pertama?
ah, entahlah cuma mengandaikan menjadi orang yang pertama dan yang penghabisan.
dalam menulisi kanvas hidupmu
namun bukankah aku bukan yang pertama lagi?
yang penghabisan mungkin
duhai, betapa akan dukanya aku bila....






LILIN PASKAH

jika temaran itu adalah engkau
yang terang dan benderang
tembuslah hatiku yang tak cahaya dan tak temaram
jika saja nyala itu adalah engkau
yang tak padam dan tak gelap
tembuslah pekatku yang tak mentari dan tak pelangi
jika saja paskah itu adalah engkau yang bangkit
gugahlah matiku pada hidupmu
sebab hidupMu tak fana dan tak maya.





GOLGOTHA
ada kata cinta pada lukaMu
yang tergores pad darah basah dan paku
cintaMukah?

ada kembang melati pada kepalaMu
yang terurai pada mahkota duri
melatikukah?

ada senandung merdu pada peluhMu
yang tertutur lewat kata 'aku haus'
senandungkukah?

ada tawa renyah pada bibirmu
yang tercetus lewat 'eli,eli lama sabachtani'
tawakukah?

entahlah
sulit untuk menterjemahkan airmataku
pada saat seperti ini
sesalkah?





Sementara kita mendengar banyak
tapi sedikit mendengarkan
sementara kita melihat banyak
tapi sedikit memandang
o, yang esa dan kuasa
buatlah kami lebih mampu mendengarkan dan memandang.






Jika kami melihat sabdaMu
cuma melihat sebuah buku usang
yang bagus untuk menggajal buku
di suatu rak
atau dibiarkan kumal dimakan rayap.
jika kami melihat SabdaMu
cuma melihat seperangkat pengetahuan
dan ilmu belaka
seraya mengabaikan manfaat
guna dan arti dibaliknya
kami lebih suka lari
mencari jawaban semu
ketimbang tengadah kepadaMu
dengan mencecap kata-kata hikmat
yang tertulis dalam kitabMu
berilah kami rindu
menimba makna sabdaMu
yang temaha itu
buat menjawab susah hidup kami



BALADA EMPAT PEMUDA

6 tahun lalu
anak-anak muda itu tertegun
sebelum melangkah masuk kampusnya
membawa stumpuk cita-citanya
setumpuk pertanyaan
dan setumpuk harapan

kampus dengan warna yang semarak
senyum ramah
hijaunya pertamanan
mengucap selamat datang
pada anak-anak muda itu
jalan di hadapannya terasa lempang...

esoknya
dikayuhnya sepeda
keringat, terik matahari
tak bersepatu
telah jadi akrab

dilecekinya bangku kuliah,
diktat, perpustakaan
dan dosen-dosen.

kemudian kampus berputar
ruang kuliah berputar
perpustakaan berputar
anak-anak muda ikut berputar
juga cita-cita daan harapannya
berputar-putar
seperti roda-roda sepedah mereka

sukmanya terguncang
jalan di hadapannya tak lempang lagi
nafasnya tercekik
tangannya menggapai sia-sia
tak berdaya melawan putaran dan guncangan
setumpuk pertanyaan yang dibawanya dulu
tidak memperoleh jawaban
mereka kehilangan pegangan
ditatapnya dengan mata nanar kampusnya
yang dulu semarak telah menjadi rusak
perpustakaan jadi seperti gudang
ilmu yang dipelajarinya jadi rutin
mengawang dan sia-sia
semua menjadi formalitas dan basa-basi
asal tidak kecewakan yang punya wewenang

akhirnya
tanpa upacara
sekedar ikuti aturan umum
dianugerahkannya pada mereka ijasah-ijasah kesarjanaan

masing-masing memperoleh iudicium;
"kualitas mentah"
karena mereka mendapat mutu pendidikan
yang alakadarnya saja.

Dan anak-anak muda itu menerima
sebagai kewajaran belaka

samar-samar ada tangis
saat mereka terakhir kalinya
menatap alma maternya
tubuhnya lunglai
suaranya serak untuk mengucap;
selamat tinggal...."

soliloquy

Memandang istanamu
bagai memandang sebuah keangkuhan
pada keempat sisi tembok istanamu
kulihat yang ada cuma kenekatan-kenekatan
demi sesuatu yang niskala
langit di istanamu kusam
mengkusamkan paras elokmu
dan kau berujar:
"jika saja elokku ada padaku
elokku bukan untuk dunia
elokku untuk Dia
yang telah memberi elokku
dan apalah keelokkan
dunia panca indra itu bukan saja fana
tapi juga menipu.
bdg, 83





Aku trenyuh
ketika kawan-kawan lamaku
memanggilku dengan nama yang sudah lama tak kudengar lagi, "Vonny"!
Begitu katamu suatu hari.
Ingin sekali aku memangglmu dengan nama lama itu
memerdukan kembali di telingamu.
yang sudah agak asing itu
tapi nama itu nadanya sumbang!
bukankah nama itu nama sejarah masa lalumu?
yang merah, yang hitam dan yang putih?
sebuah nama dengan leleh air mata, dan perjuangan
untuk memeperoleh nama baru
yang penuh melodi dan seharum melati.
Maureen.

Bdg. '83






SHOPPING DI JL. BRAGA

boneka mainan dari plastik pada etalase toko
lucu dan menarik sekali
terus terang saya suka boneka ini
kalau saja saya memilikinya

tadi pagi
saya jumpa dengan kamu
kamu mirip dengan boneka ini
manis, lucu dan menarik
terus terang saya suka memilikinya

boneka mainan, sungguhkah engkau juga?
boneka yang tak bersukma
boneka rapuh tanpa jiwa
boneka yang cuma bisa menghiba
boneka yang tersenyum
senyuman boneka
yang cuma senyuman
yang cuma boneka
boneka, senyuman.
apalah artinya boneka
senyuman boneka?
apalah artinya ingin memiliki
memiliki sebuah boneka.

Bdg'83






Hari ini kamu duduk persis di depanku
membelakangiku
engkau memandang ke depan
apa yang engkau pandang disana?
masa depan?
engkau memandang kenisbian
raut muka apa yang ada padamu
kecewa
duka
harap
asa
haru
pilu
rindu
kelu?
ah, betapa banyak cerita yang terangkai disana
aku paguti satu-satu
biru
cerita biru
hingga ketika kita saling tersenyum
senyummu, senyumku
membiru.
Bdg'83





OMONG-OMONG IMAGINER I

suatu hari kangenku padamu lewat
yah, kira-kira engkau lewat sebagai adanya.
+ mawar kesumba, engkau hendak kemana?
- aku hendak ke alam maya, Fab.
+ apa yang engkau bawa di tanganmu itu?
- bayangan. Kalau kau suka...ambillah
+ tapi sebaiknya kau singgah dulu
aku punya cerita yang bagus-bagus
yang pasti kau suka.
dan aku ingin menikmati bayangan itu bersamamu malam ini.
- maaf Fab, waktu sudah menjemput.





OMONG-OMONG IMAJINER II

suatu hari kamu singgah pada kangenku
+ wah, rupanya kau lelah dalam perjalanan jauhmu ini, Mawar kesumba. mukamu rada pucat
sebaiknya kau singgah dulu
akan kuberikan padamu pelepas dahaga dan penat.
- mungkin ini lebih bijaksana, Fab.
maaf saya tak membawa apa-apa yang istimewa.
cuma ini.
bayangan
mungkin ini ada manfaatnya buatmu.
+ ah, sejuta terimakasih, Mawar kesumbaku.
tentunya besar artinya bagiku
bukan semata-mata kau yang memberi
tapi saya terlanjur menggilai bayanganmu
saya tahu kalau ini hanya gejala neurotik belaka
seperti yang dikatakan psikiater kemarin
dan juga hadiahmu itu adalah tambang emas
bagi kekayaan imaginasiku.
engkau spiritku
engkau sajakku
engku sumber inspirasiku
engkau pelabuhanku
engkau bunga mawarku
engkau bumi tempatku berpijak
engkau kerdip cahaya pada kekelamanku
engkau lukisanku
engkau getaran suara harpaku
engkau dewi Wawar kesumbaku...
aku cinta...
- cukup! membosankan!
semua lelaki ternyata sama
tak terkecuali engkau, fab!
seperti inikah cerita yang bagus-bagus itu?
inilah saatnya untuk membuang tahayul lama
bahwa lelaki diam itu yang simpatik
diammu adalah bisingnya orang-orang di pasar.
aku singgah di hatimu semakin penat saja
semakin dahaga
saya menyelsal memberimu bayangan itu
tapi mau apa, nasi telah menjadi bubur dan susu telah tumpah
aku permisi.
+ jadi engkau mau meneruskan perjalanan jauhmu pada malam selarut ini?
- ya demi pilihan

dan engkaupun berlalu di telan kegelapan malam.






OMONG-OMONG IMAJINER III

Suatu hari kamu menginap dalam kangenku
+ siapa itu diluar pada gelap semalam ini?
bukankah engkau Mawar kesumba?
- ya, aku Mawar kesumba, Fab
+ Mawar kesumba yang mana?
ada banyak mawar kesumba
- yang selalu kau panggil aku "mawar yang tak merah dan tak putih"!
+ Mawar kesumba yang jelita mempesona itu?
- cepat, aku bukakan pintu!
aku bawa haru dan nestapa buatmu.
tapi jangan kau sambut aku dengan air mata, ya?
- seperti yang belum kenal saja.
aku Fabie yang sudah biasa bersahabat dengan mayanya dunia ini.
+ aku akan menginap di kamar hatimu, malam ini.
- aaah.. suatu yang luar biasa
sungguh-sungguh impian tentang bayangan.
selamat datang di pelaminan mimpi ini.
adakah ini perjalananmu yang terakhir?
+ tidak aku cuma mau menginap
- adakah bayangan itu malam ini akan kau berikan padaku?
+ aku cuma menginap.
- adakah malam yang berbulan ini akan kau berikan padaku?
+ aku cuma menginap.
- adakah malam ini akan kau proklamirkan cinta kita?
+aku cuma menginap...Fab, cuma menginap.
- baiklah aku akan mendampingimu
sampai matahari terbit
songsonglah ia
aku bersedia mengantarmu pada tujuan terakhir.

BDG '83

PHILOKALIA?

philokalia (φιλοκαλια) dari kata philokalein (Φιλοκαλειν ) dari bahasa Yunani artinya “mencintai keindahan”. Philokalia itu sisi lain dari Philosophia (pencinta kearifan), maka Philokalia sering disebut sebagai “pencinta keindahan”. Meskipun secara historis kata itu menunjuk pada judul buku-buku abad ke-15 yang ditulis oleh guru-guru spiritual dari Gereja Timur (Ortodoks). Bahkan term Philokalia itu menunjuk pada St Nikodimos dari Gunung Suci Athos dan St Makarios dari Korintus sebagai rahib-rahib kelas berat yang menunjukkan jalan spiritualitas atau jalan penjiarahan, untuk mencapai Allah. Buku-buku mereka yang mulai dipublikasikan di Venesia pada tahun 1782, mengajarkan primas estetika di atas asketika. Primas keindahan sebagai jalan keselamatan.
Pada prinsipnya buku-buku itu membeberkan tentang kesempurnaan hidup (θεοσις) melalui purifikasi (καθαρσις) dan iluminasi (φοτισις). Pengantarnya mengatakan :
"The Philokalia is an itinerary through the labyrinth of time, a silent way of love and gnosis through the deserts and emptinesses of life, especially of modern life, a vivifying and fadeless presence. It is an active force revealing a spiritual path and inducing man to follow it. It is a summons to him to overcome his ignorance, to uncover the knowledge that lies within, to rid himself of illusion and to be receptive to the grace of the Holy Spirit, who teaches all things and brings all things to remembrance."
Philokalia tentunya pertama-tama tidak mengacu pada buku-buku tersebut. Meskipun spiritnya sama. Jalan kesempurnaan itu bersifat estetik bukan asketik. Estetik itu via positiva bukan via negativa. Purifikasi dan iluminasi itupun merupakan pengalaman estetik, bukan etik, apalagi logik. Hanya mereka yang memuja keindahan akan mendapat ganjarannya. Pemahaman tingkat mendalam dari kata purifikasi dan iluminasi itu bila seseorang mampu mentransendensir “philosophia” dengan “philokalia” dengan kata lain mengatasi kata “memahami” dengan “mengagumi”. Kata “mengagumi” itu setingkat lebih tinggi dari kata cinta. “Mengagumi’ itu radikalisasi dari cinta. Itu secara horisontal. Secara vertikalpun, untuk mendekati yang “tak tampak”, yang misteri, yang ilahi atau Allah itu hanya bisa dikagumi bukan dipahami. Kekaguman adalah sumber dan puncak pengetahuan, bahkan menunjuk pada kwalitasnya. Saya mengagumi maka saya ada, admiro ergo sum.
Pada mulanya eikon (imago) bukan logos. Logos hanya suatu ihtiar membahasakan eikon. Misteri inkarnasi adalah kembalinya Logos menjadi Eikon; Sabda menjadi imej. Yesus hadir di dunia ketika manusia tenggelam dalam lautan kata (logos), ide, konsep dan pemikiran yang menjadi labirin. Berputar-putar tak menentu dan tak juntrung. Yesus adalah “land mark”, adalah Eikon, adalah jendela, adalah pintu keluar dan pintu masuk yang paling baik, benar dan indah.
(† fabie sebastian heatubun).