Selasa, 06 November 2007

solitudo

Buatmu
yang membuat aku tertegun
di persimpangan jalan


Karib,
ada apa dengan hari-harimu?
kukira hari-harimu lebih pelangi
dari hari-hariku.
sebab aku tak melihat ngarai dan padang kering
dalam senyummu dan pandang matamu.
Entahlah
kenapa harus bergumam:
"Hari-hariku amat ngarai!"
Menghadapi persoalankah engkau?
Karib,
hidup adalah menghadapi persoalan
suatu kesulitan yang harus dikalahkan
hanya orang yang punya persoalanlah
yang merasa dirinya hidup.
Memang bukan masalahnya bagaimana
kau harus luput dari persoalan
bukan masalahnya menang atau kalah
tetapi tekad.
Karib,
hari-hari tak selalu malam, tak selalu siang
tadi ia terbit dan petangnya ia tenggelam
begitu dan begitu.
Dan pada lembaran baru kau bisa bermimpi
untuk melupakan segalanya dan
mentertawakan dirimu sendiri.
tak guna kau basahi bantal dan tilam
dengan air mata yang mutiara itu
kurang srikandi rasanya,
kurang srikandi dan terlalu berlebihan.
Kau lebih perkasa dari cakar rajawali.
Percayalah!
Karib,
kau dan aku sedang menuju pada suatu kota
yang belum selesai
kita kudu sampai disana
karena kita sudah memulainya.
Kota yang berlangit jingga
dengan kemarau yang panjang
hingar bingar tak menentu
dan kita harus ada disana
menggerakan bibir, mendoa, berdendang,
tertawa dan melepaskan penat
sesudah perjalanan jauh.
Disana kita jangan impikan taman yang permai
atau musim bunga
atau telaga dengan air terjun
sebab, kemanjaan tak pernah membikin kau semakin
mawar kesumba
Karib,
hanya dalam gelap kita akan melihat cahaya
mari kita bersahabat dengan malam.

Bdg '83




Ketika itu
kau berpakaian elok
termanggu menunggu rebahnya daun pertama
pada musim gugur
dengan wajah pasrah
memandang sampai batas cakrawala
dan daun tak kunjung rebah
dan daun tak kunjung rebah.

Kau bergumam:
"Esok kucoba lagi"
Musim gugur belum tiba
kesabaran amat berarti saat seperti ini
kesabaran adalah mahkota kesetiaan.

Esoknya kau mesti terpana
musim gugur telah lewat
kecewakan harapanmu
kau menangis
sulit untuk menterjemahkan air matamu
sementara pasrah adalah juga keperkasaan
musim gugur telah melambaikan tangan
kau bergumam lagi:
"Semuanya sudah terlambat!".

Bdg.'83




KEPADA PARA PEMULA

Suatu saat kau akan alami
setelah kelengangan panjang ini
menyendirikanmu
sampai titik kerinduan yang tak pupus

Disana kau akan merasa tak melindungi
dan tak dilindungi
karena suatu pilihan dan kenekatan
kau bagai seekor merpati diangkasa
tanpa siapa, menghadapi yang tanda tanya

Kau tak akan senandungkan dendang "nina bobo"
atau lulabi yang merdu
karena telah kau tukar dengan balada dan
elegi kepasrahanmu
kepada kesemuan yang maya

(disana kau coba mengampuni diri
bahwa hidup kudu begini)

Dan disaat-saat badai menggoyahkan kapal hidupmu
kau tak memandang titian
pelabuhan begitu lepas dari cakrawala
dan kau bergumam:
"Mengapa aku ada disini?"

Kau mulai mengaguli
sejarah, dalil dan aturan-aturan usang
kau anggap semua sudah membuktikan
bahwa yang transenden akan menjelma disana

Hatimu yang bening pecah
ketika menatap wujud yang menyalahi hakekat
nuranimu menjerit, karena luka
pilihan menjadi lanjuk

Dan mazmur-mazmurmu
menjadi surat-surat yang tak pernah mendapat balasan
juga doa-doamu menjadi bahasa asing
yang sulit diterjemahkan
Hidupmu menghadapi simbol-simbol
yang tak mengerti makna, irama dan artinya
sudahkan kau pikirkan disana?

Bdg '83




Entahlah mengapa aku kudu trenyuh
kalau aku melihat warna kesumba
sepertinya aku melihat engkau
engkau ada pada warna kesumba

Entahlah mengapa nadiku mesti berhenti
ketika ada kabar burung
tentang engkau yang megucap "au revoir"
buat Bandung ini
padahal sebaiknya aku biasa-biasa saja.
toh ucapanmu itu
cuma perpisahan dari dunia senyuman yang satu
ke dunia senyuman yang lain
hakekatnya kau tetap mawar kesumba
yang srikandi.

Bdg '83




m,
kadang wajahmu begitu keras buat dipandang
kadang kau begitu tak memiliki kepastian
seperti kapal tak berhaluan
kadang kau memborgolku dengan mata rantai
kerinduan membaja
yang melebihi rindunya Romeo pada Julianya
Kadang kau bagai samudera
bisu menyimpan sejuta ungkapan
kadang kau menjadi persimpangan jalanku
kemana aku harus memilih?
kadang kau seperti pohon-pohon cemara
yang mengacung-ngacung kelangit
penuh cita-cita
kadang kau seperti buah apel yang menggemaskan
kadang kau seperti murai
dengan kicaunya yang merdu menceriakan
kadang kau seperti melati
yang putih, gaib buat disentuh
namun
kau tak lebih daipada mawar kesumba
sahabat yang tak pernah kusapa
kau dan aku tak lebih daripada dua buah garis sejajar
yang tak pernah akan bertemu.

Bdg '87




Hari ini tak ada angin
tak ada cahaya
bumi ini pucat
seperti bunga mawar
yang dipeluk
kemasygulan-kemasygulan masalah
biarkan dia mati
dan debu-debu ini menimbuninya
menjadi mayat-mayat
juga masalah-masalahmu,
mawar kesumba.

Bdg, '83 ketika Gunung Galunggung meletus?




Orang-orang di sudut jalan itu
sudah menunggu aku
dengan teriaknya yang menggegap:
"dia sudah menyerah kalah"
di sebelah sana
mereka mengharapkan
supaya segera aku kibarkan bendera putih.
Mereka mencibirkan bibir
penuh ejekan
mereka kurang percaya
mereka meragukan, mereka memaksa:
"Kapan kau menyerah?"
Saat seperti itu aku tidak mampu
menahan apa yang memendam di kelopak mata
namum toh bukan saatnya buat meratap
mereka ragu, mereka sangsi
Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar
ini adalah suatu pilihan!!

Apa itu menyerah kalah?
apa gunanya keberanian?
apa gunanya perjuangan?
Jika aku harus menyerah kalah
keberaniaan dan perjuangan akan tak berarti apa-apa.

Dan hidup harus berjalan terus
aku telah melaluinya
hanya dia yang boleh mengakhirinya
aku sudah berjuang dengan gigih
hidup bukan diperhitangkan kalah menangnya
tapi dijalani.

Bdg '83





ALEGRO ASSAINYA PETER TSJAIKOVSKY

Malam itu,
aku mendengankan musik Peter Tsjaikovsky
pada simponi kelimanya
yang berjudul "Rusia's Valley"
Tiba-tiba saja aku jadi teringat kau
juga diriku sendiri
Alunan yang melankholis
sentimental yang liris
menikam-nikam bagai belati.

Lembah Rusia yang luas tanpa batas
yang dingin tanpa tepi
yang ngarai tanpa dasar
menyendirikan,
sendiri amat terpencil
kemudian halimun tebal datang
mengurung lembah, turun pelahan-lahan
sampai menutup mulut lembah
semuanya menjadi gelap
mulailah suatu perjuangan
perjuangan dengan diri sendiri
Tsjaikovsky tahu dia akan gagal dan gagal lagi
saat seperti ini tak perlu menangis
sebab bukan waktunya buat meratap
dan kebajikan yang paling luhur adalah
bertahan, tetap bertahan!

Ludwig van Beetoven dalam symfoni ke-limanya
juga mengumandangkan
bahwa ketabahan akan meleraikan segala penderitaan.
Ludwig menang dengan gemilang
Namun Tsjaikovsky mengakhiri perjuangannya
dengan kemengan yang tragis
dia mati bunuh diri
dia kalah dengan dirinya sendiri
motto kebajikan yang paling luhur adalah
bertahan terus, tiada arti lagi
Tsjaikovsky cuma punya kata-kata, cuma punya bunyi
wajah Tsjaikovsky tak memancarkan kebanggaan apapun
dan aku semakin terasing.

Bertahan terus?
Bertahan terus?
samapai kapan?
akan kah wajahku dan wajahmu
menjadi wajah Tsjaikovsky
yang tak memancarkan kebanggaan apapun?

Kembali sejarah menjadi saksi
aku, mungkin juga engkau
menjadi sangsai
ketabahan menjadi sangsai
perbuatan yang memungkinkan yang tak mungkin
ikut pun menjadi sangasi
harapan menjadi sangasai
Ludwig van Beetoven berbahak-bahak
mentertawakan wajah kita yang sangsai
Dan alunan simfoni ke lima Tsjaikovsky
yang punya lambang perjuangan dan kemenangan
di akhir iramanya surut menjadi lagu maut
yang penuh curiga dan mengancam
Dan sisa hidup ini
berani kubatasi
namun apa artinya mulai
jika tanpa kata selesai

Aku belum berbuat apa-apa
begitu banyak yang harus aku selesaikan
memmang sebaiknya tak usah ada mula
biar ragad ini tidak ikut sangsai
menyaksikan kerja yang tak selesai
tapi semua ini sudah terjadi
semua sudah bermula

Tuhan, ini suatu pemandangan lama
yang mengibakan
aku mesti berbuat apa?

Bdg '83

Tidak ada komentar:

PHILOKALIA?

philokalia (φιλοκαλια) dari kata philokalein (Φιλοκαλειν ) dari bahasa Yunani artinya “mencintai keindahan”. Philokalia itu sisi lain dari Philosophia (pencinta kearifan), maka Philokalia sering disebut sebagai “pencinta keindahan”. Meskipun secara historis kata itu menunjuk pada judul buku-buku abad ke-15 yang ditulis oleh guru-guru spiritual dari Gereja Timur (Ortodoks). Bahkan term Philokalia itu menunjuk pada St Nikodimos dari Gunung Suci Athos dan St Makarios dari Korintus sebagai rahib-rahib kelas berat yang menunjukkan jalan spiritualitas atau jalan penjiarahan, untuk mencapai Allah. Buku-buku mereka yang mulai dipublikasikan di Venesia pada tahun 1782, mengajarkan primas estetika di atas asketika. Primas keindahan sebagai jalan keselamatan.
Pada prinsipnya buku-buku itu membeberkan tentang kesempurnaan hidup (θεοσις) melalui purifikasi (καθαρσις) dan iluminasi (φοτισις). Pengantarnya mengatakan :
"The Philokalia is an itinerary through the labyrinth of time, a silent way of love and gnosis through the deserts and emptinesses of life, especially of modern life, a vivifying and fadeless presence. It is an active force revealing a spiritual path and inducing man to follow it. It is a summons to him to overcome his ignorance, to uncover the knowledge that lies within, to rid himself of illusion and to be receptive to the grace of the Holy Spirit, who teaches all things and brings all things to remembrance."
Philokalia tentunya pertama-tama tidak mengacu pada buku-buku tersebut. Meskipun spiritnya sama. Jalan kesempurnaan itu bersifat estetik bukan asketik. Estetik itu via positiva bukan via negativa. Purifikasi dan iluminasi itupun merupakan pengalaman estetik, bukan etik, apalagi logik. Hanya mereka yang memuja keindahan akan mendapat ganjarannya. Pemahaman tingkat mendalam dari kata purifikasi dan iluminasi itu bila seseorang mampu mentransendensir “philosophia” dengan “philokalia” dengan kata lain mengatasi kata “memahami” dengan “mengagumi”. Kata “mengagumi” itu setingkat lebih tinggi dari kata cinta. “Mengagumi’ itu radikalisasi dari cinta. Itu secara horisontal. Secara vertikalpun, untuk mendekati yang “tak tampak”, yang misteri, yang ilahi atau Allah itu hanya bisa dikagumi bukan dipahami. Kekaguman adalah sumber dan puncak pengetahuan, bahkan menunjuk pada kwalitasnya. Saya mengagumi maka saya ada, admiro ergo sum.
Pada mulanya eikon (imago) bukan logos. Logos hanya suatu ihtiar membahasakan eikon. Misteri inkarnasi adalah kembalinya Logos menjadi Eikon; Sabda menjadi imej. Yesus hadir di dunia ketika manusia tenggelam dalam lautan kata (logos), ide, konsep dan pemikiran yang menjadi labirin. Berputar-putar tak menentu dan tak juntrung. Yesus adalah “land mark”, adalah Eikon, adalah jendela, adalah pintu keluar dan pintu masuk yang paling baik, benar dan indah.
(† fabie sebastian heatubun).