Selasa, 06 November 2007

karib

Delima,
waktu itu kamu bilang komunikasi yang intens bisa dengan dua jalan
mencintai dengan kerinduan yang membara
atau dengan memebenci dengan kemarahan yang meluap-luap
saya ingin berkomunikasi dengan cara yang kedua itu
membencimu dengan kemarahan yang meluap-luap
saya kira ini yang paling wajar
dan paling baik untuk saya.
abis kalau dengan cara yang pertama
aah, rasanya kok rikuh dan pakewuh
saya ingin berkomunikasi dengan kamu dengan cara itu
pada saat-sat ini
saya ingin memaki kamu
mencemooh kamu
menghina kamu
mengutuk kamu
mengata-ngatai kamu dengan segala perkataan
yang tak sepatutnya saya katakan.
semunya demi sesuatu yang amat sederhana
ingin berkomunikasi dengan kamu
dengan memakai cara yang paling wajar buat saya.

Bdg'83






POTRET WAJAH'82 (BUAT KARIBKU ROLAND)

roland,
ini potret wajah kamu dan juga saya
entah ada ekpresi air muka macam apa di sana
asa, harapkah?
atau raut wajah dengan selingkar tawa
yang akrab akan hidup serta perjuangan?
entahlah
untuk wajah desember 82 mu hanya kamu yang tahu
untuk wajah desember 82ku hanya saya yang tahu
selebihnya kita cuma bisa menebak-nebak.

saya rindu haha...hihi..denganmu
bdg'82






Tak ada yang terjadi antara kita
tak ada
tak ada apa-apa
semuanya berlangsung biasa
tak ada yang datang
tak ada yang pergi
tak ada yang berjumpa
tak ada tangan yang melambai
tak ada yang tersenyum
tak ada yang merebahkan air mata
tak ada yang bernazar
tak ada yang mingingkar
tak ada
tak ada yang terjadi antara kita
tak ada
tak ada apa-apa
semunya berjalan biasa
hanya,
ada segagang kembang yang menjadi layu
di tangan kananku ini
apakah ini tanpa sebab??






CERITA BUAT H

Entah mengapa hari ini aku begitu punya waktu luang untuk berjalan-jalan di taman halaman gedungku.
melihat kembang-kembang yang merah keboja dan kuning-kuning merak
aku tahu bahwa aku sedang memikirkan sesuatu tentang kesetiaan.
konon kembang kemboja lambang akhir kesetiaan dan kembang merak keluguan.
aku duduk tercenung menunggu helai daun cemara yang rebah
namun sia-sia
menyesalkan.
aku pandang pucuk-pucuk cemara yang meliuk riang.
oh, tentu cita-citaku ada di sana, aku menjadi sombong.
dan cemara tidak juga rebah
menanti?
mengapa mesti menanti?
bukankah engkau tidak pernah membuat janji?
anganku membumbung tinggi setinggi-tingginya
membikin butir-butir kehampaan.
ah kembali membuatku tersenyum boneka.
aku memaki ketika sehelai daun cemara rebah membisikan sajak kesendirian
"terlamat", kataku
aku mesti beranjak, toh sudah tak ada lagi yang mesti kutunggu.
kini aku berhadapan dengan sekeping kaca pada dinding
disini aku bisa lebih jelas melihat wajahku sendiri
aku cuma tersenyum
betapa tidak
sebab aku begitu cengeng
dan banyak istilah tentang kerinduan
oh, aku sudah dikejutkan oleh cahaya yang gemerlap
oleh wujud yang rapuh, naif.
aku berdebat dengan wajahku sendiri tanpa penyelesaian
"di sini yang berbicara bukan otak, Fabie, tapi perasaan!".
begitu tidak sopannya.
lancang
bayangku sendiri mengajari aku tentang perasaan
sialan.
sepi tiga detik
aku menatap mataku sendiri.
aih, betapa jauh dan terpencilnya
seperti fatamorgana
perempuan adalah fatamorgana
"gemerlap", demikian hatiku berbisik.
benang hatiku tiba-tiba menjadi kusut, sulit aku uraikan satu-satu.
namun tiba-tiba benang yang tipis itu berlepasan begitu saja...tipis,
semakin tipis sekali seperti kabut.
aku gamang takut jatuh
aku berpegang pada pendirianku sendiri
tapi aku tak berani mengangkat muka sebab di hadapanku ada seorang lelaki yang elok
juga bagai fatamorgana
yang keras untuk dipandang
"tidak gemerlap", aku berbisik
yang aku pernah mengenalnya
entah dimana, yang jelas bukan di ranjang, kata Rendra.
hm. agak muram pemikiranku ini
tiba-tiba angin terhenti
aku membakar rokok
menutup rasa maluku dibalik asap ini
aku tidak begitu langsung melihat wajah elok yang keras itu
pikirku.
tentu engkau juga fatamorgana yang bagus dan gemerlap
sepi lima detik
tiba-tiba ada suara semacam halilintar membuyarkan lamunanku
halilintar lembut
naum keras untuk dipandang
engkaukah itu?






DI CANDI GEBANG JOGJAKARTA

Tuhan, dimana aku berada disitu Engkau hadir
tempat ini begitu asingnya
menterpencilkan aku dariMu
namun Engkau menghadiratiku bukan?
aku mau berbincang-bincang tentang keterasingan ini
adakah keterasingan itu meresahkan?
aku takut Tuhan
aku termakan keadaan
dilumpuhkan
suarakupun telah habis buat menyambat
adakah Engkau menguji?
sampai butir-butir air mata yang mengering di ujung sepatuku ini
akankah memberi pesan bahwa hidup ini cuma tangis?
Tuhan, kalau aku telah sampai ke negeri yang ramai
aku akan bercerita tentang hati yang masygul
tentang aku yang sudah menjadi kuat
dan tak pernah merasa sendiri lagi.






fatamorgana membias,
menyempitkan musim yang panjang
mengeringkan sajakku
sajak kemarau yang menjadi panjang
sajakku lahir dari rasa haus
dari rasa lapar
dari pohon-pohon yang meranggas
dari daun-daun kering
dri keringat yang meleleh
dri tangis seekor semut yang haus
dari sajak yang sering tanpa makna.








seorang rohaniwan itu bagai sebuah sungai
yang mengalir dari sumbernya
di tempat yang tinggi
ia amat agung
dia mengalir ke tempat-tempat yang rendah
ia mau merendah
ia membasahi setiap tempat yang kering
ia membasahi hati-hati yang gersang
ia terus mengalir
karena ia adalah sumber kehidupan
jika ia diam, ia penuh misteri
keberadaannya sulit dipahami.

Tidak ada komentar:

PHILOKALIA?

philokalia (φιλοκαλια) dari kata philokalein (Φιλοκαλειν ) dari bahasa Yunani artinya “mencintai keindahan”. Philokalia itu sisi lain dari Philosophia (pencinta kearifan), maka Philokalia sering disebut sebagai “pencinta keindahan”. Meskipun secara historis kata itu menunjuk pada judul buku-buku abad ke-15 yang ditulis oleh guru-guru spiritual dari Gereja Timur (Ortodoks). Bahkan term Philokalia itu menunjuk pada St Nikodimos dari Gunung Suci Athos dan St Makarios dari Korintus sebagai rahib-rahib kelas berat yang menunjukkan jalan spiritualitas atau jalan penjiarahan, untuk mencapai Allah. Buku-buku mereka yang mulai dipublikasikan di Venesia pada tahun 1782, mengajarkan primas estetika di atas asketika. Primas keindahan sebagai jalan keselamatan.
Pada prinsipnya buku-buku itu membeberkan tentang kesempurnaan hidup (θεοσις) melalui purifikasi (καθαρσις) dan iluminasi (φοτισις). Pengantarnya mengatakan :
"The Philokalia is an itinerary through the labyrinth of time, a silent way of love and gnosis through the deserts and emptinesses of life, especially of modern life, a vivifying and fadeless presence. It is an active force revealing a spiritual path and inducing man to follow it. It is a summons to him to overcome his ignorance, to uncover the knowledge that lies within, to rid himself of illusion and to be receptive to the grace of the Holy Spirit, who teaches all things and brings all things to remembrance."
Philokalia tentunya pertama-tama tidak mengacu pada buku-buku tersebut. Meskipun spiritnya sama. Jalan kesempurnaan itu bersifat estetik bukan asketik. Estetik itu via positiva bukan via negativa. Purifikasi dan iluminasi itupun merupakan pengalaman estetik, bukan etik, apalagi logik. Hanya mereka yang memuja keindahan akan mendapat ganjarannya. Pemahaman tingkat mendalam dari kata purifikasi dan iluminasi itu bila seseorang mampu mentransendensir “philosophia” dengan “philokalia” dengan kata lain mengatasi kata “memahami” dengan “mengagumi”. Kata “mengagumi” itu setingkat lebih tinggi dari kata cinta. “Mengagumi’ itu radikalisasi dari cinta. Itu secara horisontal. Secara vertikalpun, untuk mendekati yang “tak tampak”, yang misteri, yang ilahi atau Allah itu hanya bisa dikagumi bukan dipahami. Kekaguman adalah sumber dan puncak pengetahuan, bahkan menunjuk pada kwalitasnya. Saya mengagumi maka saya ada, admiro ergo sum.
Pada mulanya eikon (imago) bukan logos. Logos hanya suatu ihtiar membahasakan eikon. Misteri inkarnasi adalah kembalinya Logos menjadi Eikon; Sabda menjadi imej. Yesus hadir di dunia ketika manusia tenggelam dalam lautan kata (logos), ide, konsep dan pemikiran yang menjadi labirin. Berputar-putar tak menentu dan tak juntrung. Yesus adalah “land mark”, adalah Eikon, adalah jendela, adalah pintu keluar dan pintu masuk yang paling baik, benar dan indah.
(† fabie sebastian heatubun).